pemanfaatan nasi sisa sebagai mikroorganisme
lokal(mol) dan pupuk organik cair
|
|
Dosen Pengampu:
Mariyatul Qibtiyah, SP, MP
|
|
![]() |
|
Disusun oleh:
Ika Laili Zulailik
(13200403)
|
|
|
|
|
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayahnya-Nya yang tiada terhingga, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemanfaatan Nasi Sisa Sebagai Mikroorganisme local (MOL) dan Pupuk Organik Cair”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi para mahasiswa Fakultas Pertanian dalam
mata kuliah Kesuburan Tanah dan
Pemupukan yang di bimbing oleh Mariyatul Qibtiyah,
SP, MP.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki.Oleh karena itu demi kesempuranaan,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
agar makalah ini menjadi lebih baik.
Lamongan,
10 Desember 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR
ISI........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang....................................................................................................1
1.2.
Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3.
Tujuan..................................................................................................................3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Definisi Mikroorganisme lokal............................................................................4
2.2. Peluang
pengembangan pertanian organik di indonesia......................................5
2.3. Peran dan keuntungan penggunaan MOL……...................................................7
2.4.
Cara membuat mol dari nasi basi.........................................................................8
2.5. Cara
Memperbanyak MOL.................................................................................11
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan........................................................................................................12
3.2.
Saran..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kecenderungan ketergantungan petani
pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi
hijau (1970-2005) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan dengan degradasi
lingkungan. Subsidi harga dari pemerintah dan pengaruh pupuk dan
pestisida anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ikut mendorong preferensi
petani terhadap pupuk anorganik sehingga penggunaan bahan organik sebagai
komponen pembentuk kesuburan tanah semakin ditinggalkan.
Bahan organik memiliki peranan
penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian luas sebagai sumber pakan, dan
juga sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya
berbagai jenis mikroba tanah (Sisworo, 2006). Penurunan kandungan bahan
organik tanah menyebabkan mikroba dalam tanah mengalami defisiensi karbon
sebagai pakan sehingga perkembangan populasidan aktivitasnya terhambat.
Hal ini mengakibatkan proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi
tanaman akan terhambat. Tanah yang mengalami defisiensi sumber energi
bagi mikroba menjadi berstatus lelah atau fatigue (Pirngadi, 2009).
Kondisi tersebut berdasarkan salah satu indikator kesuburan tanah adalah
kandungan C-Organik. Komponen C-Organik dari 65 % tanah di Indonesia di
bawah 1 %, yang harusnya diatas 2 %. Hal tersebut lebih diperburuk dengan
kondisi dimana pertambahan input pada tanah sebagai media tanam tidak lagi
mampu meningkatkan produksi tanaman (levelling off).
Permasalahan diatas menimbulkan
kesadaran masyarakat untuk menerapkan suatu sistem pertanian yang ramah
lingkungan untuk suatu keberlanjutan. Selain itu didukung pula oleh
berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang menjadikan
produk organik sebagai tren bahan makanan yang dikonsumsi. Konsep pertanian
berkelanjutan yang diterapkan dalam era Revolusi Hijau Lestari (RHL) yang
dicetuskan sejak tahun 2006 yaitu peningkatan produktivitas tanaman dengan
mengacu sistem agroekologi alamiah yang secara lestari dapat mendukung
kehidupan biota diatasnya. Secara alamiah, siklus karbon biologis dan
unsur lainnya terjadi secara in situ, sehingga berdampak terhadap keberlanjutan
kehidupan biota penyusun ekologi. Sumarno (2006) menyatakan bahwa
hara untuk pertumbuhan tanaman optimal dan untuk mempertahankan kesuburan tanah
dapat berasal dari : asli tanah (indigenenous nutrients), endapan lumpur dari
wilayah hulu; dari pengairan; dari air hujan; dari pupuk organik; dari pupuk
anorganik (sintesis); dari residu tanaman; dan penambatan N oleh tanaman legum;
tumbuhan air dan mikroba; dan bahkan dari debu, abu gunung dan
kilat. Hara yang berasal dari dekomposisi mikroba, hewan rendah dan hewan
tinggi juga merupakan sumber hara yang legitimate pada teknologi Revolusi Hijau
Lestari. Penerapan pertanian organik merupakan pilihan yang bijaksana
untuk mewujudkan pertanian lestari.
Pertanian organik merupakan sistem
pertanian yang ramah lingkungan yang bersifat hukum pengembalian (low of
return) yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua bahan
organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanian maupun
ternakyang selanjutnya bertujuan untuk memenuhi makanan pada tanah yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Limbah organik seperti
sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak tidak bisa langsung diberikan ke
tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu
oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tamanan.
Proses pengomposan secara alami memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan
mikroba dekomposer yang mampu mempercepat proses dekomposisi bahan
organik. Mikroorganisme Lokal (MOL) banyak ditemukan di lapang dan sudah
terbukti bermanfaat sebagai dekomposer, pupuk hayati dan pestisida hayati.
Saat ini telah banyak mikroba pengompos
komersil yang ada di pasaran tetapi masih mengalami tantangan dalam
pengembangannya ditingkat petani dalam hal efektivitas dan efisiensi dekomposer
yang digunakan terkait dengan mutu yang dihasilkan, biaya dan tingkat kemudahan
aplikasinya. Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal (MOL) yang mempunyai
keuntungan dari segi biaya yang relatif murah dan kemudahan aplikasinya
merupakan pilihan yang telah diterapkan oleh beberapa petani di beberapa
daerah. Selain sebagai dekomposer, MOL juga digunakan sebagai pupuk dan
pestisida hayati yang dapat diaplikasikan langsung ke tanaman.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian mikroorganisme lokal (MOL)?
2. Bagaimana
Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia?
3. Bagaimana
Peran dan keuntungan penggunaan MOL?
4. Bagaimana
Cara membuat MOL?
5. Bagaimana
Cara Memperbanyak MOL?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian mikroorganisme local (MOL)
2. Mengetahui
Bagaimana Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia
3. Mengetahui
bagaimana peran dan keuntungan penggunaan MOL
4. Mengetahui
bagaimana cara membuat MOL
5. Mengetahui
Bagaimana Cara Memperbanyak MOL
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Mikro Organisme Lokal (MOL)
Mikroorganisme
merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam
kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.Mikroorganisme mampu
melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan
sel. Mikroorganisme digolongkan ke dalam golongan protista yang terdiri dari
bakteri, fungi, protozoa, dan algae (Darwis dkk., 1992).Mikroorganisme
menguraikan bahan organik dansisa–sisa jasad hidup menjadi unsur-unsur yang
lebih sederhana (Sumarsih, 2003). Menurut Budiyanto (2002), mikroorganisme
mempunyai fungsi sebagai agen proses biokimia dalam pengubahan senyawa
organik menjadi senyawa anorganik yang berasal dari sisa tanaman dan hewan.
Mikroorganisme
lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam
pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama MOL terdiri
dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
mikroorganisme. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal
dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga.
Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari
limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan
daun gamal. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir,
dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah
busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2006).
Menurut Fardiaz
(1992), semua mikroorganisme yang tumbuh pada bahan-bahan
tertentu membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhan dan proses
metabolisme. Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan
dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti
adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas, dan
bau asam (Hidayat, 2006).
Larutan MOL
adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya
yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga
mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang
tumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL
dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati dan sebagai pestisida
organic terutama sebagai fungisida. Salah satu activator yang cukup murah
adalah larutan MOL (Mikro Organisme Lokal).Tiga bahan utama dalam larutan MOL:
1. Karbohidrat.
Bahan ini
dibutuhkan bakteri/ mikroorganisme sebagai sumber energi. Untuk menyediakan
karbohidrat bagi mikroorganisme bisa diperoleh dari air cucian beras, nasi
bekas/ nasi basi, singkong, kentang, gandum, dedak/ bekatul dll
2. Glukosa.
Bahan ini juga sebagai
sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat spontan (lebih mudah dimakan
mereka). Glukosa bisa didapat dari gula pasir, gula merah, molases, air gula,
air kelapa, air nira dll
3. Sumber Bakteri
(mikroorganisme lokal).
Bahan yang
mengandung banyak mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman antara lain
buah-buahan busuk, sayur-sayuran busuk, keong mas, nasi, rebung bambu, bonggol
pisang, urine kelinci, pucuk daun labu, tapai singkong dan buah maja. Biasaya
dalam MOL tidak hanya mengandung 1 jenis mikroorganisme tetapi beberapa
mikroorganisme diantaranya Rhizobium sp, Azospirillium sp, Azotobacter sp,
Pseudomonas sp, Bacillus sp dan bakteri pelarut phospat.
2.2. Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia
2.2. Peluang pengembangan pertanian organik di Indonesia
Di Indonesia, setiap tahunnya lebih dari 165 juta ton bahan
organik dihasilkan dari limbah panen tanaman pangan dan hortikultura, namun
potensi tersebut pada umumnya belum terkelola dengan baik. Di lain
pihak, kandungan bahan organik dalam tanah pertanian saat ini rendah, rata-rata
kurang dari 2 % (Pirngadi, 2009). Umumnya bahan organik yang dihasilkan dari
limbah pertanian dialihkan oleh petani untuk berbagai penggunaan lain yang
seyogianya dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik.
Pilihan untuk menerapkan pertanian organik telah disadari
oleh beberapa kalangan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman tanpa
mengabaikan prinsip enviromental sustainability. Berbagai pemikiran
tentang pertanian organik yang dipahami masyarakat.
Pertanian organik dipahami sebagai teknik budidaya pertanian
yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia
sintetis. Tetapi jika melihat kondisi saat ini yang menuntut peningkatan
produktivitas dan kemampuan tanah menyediakan hara maka terdapat pemikiran
bahwa pertanian organik (dan penggunaan pupuk organik) juga merupakan sistem
pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang
berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik).
Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan rasional atau menggunakan
biopestisida. Landasan prinsipilnya adalah sistem pertanian modern,
mengutamakan produktivitas, efisiensi produksi, serta keamanan dan kelestarian
lingkungan dan sumber daya. Akan tetapi menurut IFOAM (2005), pertanian
organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang
mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejateraan. Oleh kerenanya, harus
dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif
makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas lahan
yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari
75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar
25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan. Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional
walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara
lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan
sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah
cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida
hayati dan lain-lain (Litbang Pertanian, 2011).
2.3. Peran dan keuntungan penggunaan
MOL

Gambar 1. Biang beberapa jenis MOL
Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan
dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL
mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai
agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik
sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai
fungisida. Larutan MOL dibuat sangat sederhana yaitu dengan
memanfaatkan limbah dari rumah tangga atau tanaman di sekitar lingkungan
misalnya sisa-sisa tanaman seperti bonggol pisang, gedebong pisang, buah nanas,
jerami padi, sisa sayuran, nasi basi, dan lain-lain. Bahan utama dalam
larutan MOL teridiri dari 3 jenis komponen, antara lain : Karbohidrat :
air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang dan gandum ; Glukosa :
cairan gula merah, cairan gula pasir, air kelapa/nira dan; Sumber bakteri :
keong mas, buah-buahan misalnya tomat, pepaya, dan kotoran hewan (Purwasasmita,
2009).
Keunggulan
utama penggunaan MOL adalah murah bahkan tanpa biaya, selain itu
ada beberapa keuntungan :
- Mendukung pertanian ramah lingkungan
- Dapat mengatasi permasalahan pencemaran limbah pertanian dan limbah rumah tangga
- Pembuatan serta aplikasinya mudah dilakukan
- Mengandung unsur kompleks dan mikroba yang bermanfaat dalam produk pupuk dan dekomposer organik yang dihasilkan.
- Memperkaya keanekaragaman biota tanah
- Memperbaiki kualitas tanah dan tanaman
Secara
umum, pemanfaatan MOL salah satu upaya meningkatkan kemandirian petani.
Beberapa jenis larutan MOL yang telah diaplikasikan oleh petani
dibeberapa daerah antara lain :
- MOL buah-buahan yang diaplikasikan pada tanaman sebagai pupuk dan dekomposer dalam pembuatan kompos
- MOL daun cebreng untuk penyubur daun tanaman
- MOL bonggol pisang untuk dekomposer saat pembuatan kompos
- MOL sayuran yang disemprotkan pada tanaman padi
- MOL rebung bambu untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
2.4. Cara membuat mol dari nasi basi
1. Siapkan nasi untuk ‘dijamurkan’
Caranya, ambil nasi sisa yang memang
sudah basi atau tidak dimakan lagi kira-kira satu mangkok kecil atau
secukupnya, lalu letakkan dalam wadah dan biarkan nasi tersebut basi sampai
muncul jamur berwarna orange. Kalau bisa nasi diletakkan di tempat terbuka tapi
jangan sampai kering.
![]() |
contoh nasi yang sudah berjamur
orange
2. Campurkan dengan larutan gula
Mikro organisme tentu membutuhkan
makanan untuk perkembangannya. Maka kali ini yang kita gunakan adalah gula.
Larutkan 1 liter air dengan 5 sendok makan gula pasir. Setelah itu, masukkan
larutan gula ini ke mangkok yang berisi nasi berjamur tadi, aduk sampai
tercampur semua, diremas-remas kalau perlu supaya halus (sebaiknya pakai sarung
tangan)
![]() |
Nasi berjamur setelah ditambah
larutan gula
3. Diamkan sampai bau tape
Campuran nasi berjamur dan larutan
gula tersebut didiamkan selama seminggu atau lebih, sampai campuran tersebut
berbau tape. Kalau sudah berbau seperti tape, tandanya mol sudah siap panen dan
dipakai.

MOL siap
panen, tandanya sudah bau tape
4. Pemakaian dan penyimpanan
Agar mudah menggunakannya, MOL yang
siap panen tersebut dimasukkan dalam botol air mineral. Kalau untuk disiram ke
media, tidak perlu disaring, langsung pakai saja. Tapi kalau untuk disemprot ke
tanaman, bisa disaring.
![]() |
MOL
nasi siap pakai
Saran pemakaian:
Untuk dipakai sebagai starter kompos,
larutkan MOL dan air dengan perbandingan 1:20. Cara memakainya, disiram
langsung ke media tanam, sebaiknya jangan terkena batang dan daun. Artinya,
bila MOL-nya 1 sendok makan, airnya 20 sendok makan, bila MOL 1 liter maka air
20 liter, dan seterusnya, gunakan kelipatannya seperti pada prinsip
pengenceran. Tujuannya supaya tidak terlalu pekat dan tidak merusak media
tanaman. Penyiraman MOL bisa dilakukan seminggu sekali atau seminggu 2 kali.
2.5. Cara Memperbanyak MOL
Daripada membuat MOL berulang-ulang,lebih
baik memperbanyaknya/menternakkannya. Caranya:
o
Bagi
dua MOL ke dalam 2 wadah. Misalnya jika kita punya 1 botol MOL
o
Bagi
dua ke botol kedua, separuh-separuh.
o
Lalu
tambahkan air sampai hampir penuh.
o
Masukkan
gula pasir sesuai takaran di atas.
o
Beberapa
hari kemudian akan terlihat cairan MOL di dalam botol menjadi lebih pekat, itu
tandanya MOL sudah beranak-pinak.
o
Lakukan
cara yang sama untuk membuat MOL di botol-botol berikutnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Mikroorganisme
merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam
kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.Mikroorganisme mampu
melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan
sel.
2. Keunggulan utama penggunaan MOL
adalah murah bahkan tanpa biaya, selain itu ada beberapa
keuntungan :
Ø Mendukung pertanian ramah lingkungan
Ø Dapat mengatasi permasalahan pencemaran limbah pertanian dan
limbah rumah tangga
Ø Pembuatan serta aplikasinya mudah dilakukan
Ø Mengandung unsur kompleks dan mikroba yang bermanfaat dalam
produk pupuk dan dekomposer organik yang dihasilkan.
Ø Memperkaya keanekaragaman biota tanah
Ø Memperbaiki kualitas tanah dan tanaman
3.2. Saran
Untuk menyimpan MOL sebaiknya diberi
lubang udara sedikit supaya oksigen tetap mengalir. Karena di simpan di botol
air mineral, perlu dilubangi sedikit tutupnya agar mempermudah membuka dan
menutup. Dan juga jangan lupa ditambahkan sedikit gula pasir sebagai
makanannya.
DAFTAR
PUSTAKA
BP4K Sukabumi, 2011.
Cara Pembuatan Mikroorganisme Lokal. http://bp4kkabsukabumi.net. Diakses 04
Juli 2011
IFOAM, 2005. Prinsip-Prinsip
Pertanian Organik (terjemahan). International Federations of Organic
Agriculture Movements. Bonn,Germany
Litbang Pertanian, 2011.
Prospek Pertanian Organik di Indonesia. www.litbang.deptan.go.id.
Diakses 04 Juli 2011.
Kurnia, K.P. Arbianto dan I.N.P.
Aryantha (2003). Studi Patogenitas Bakteri Entamopathogenik Lokal pada
Larva Hyposidra Talaca Wlk dan Optimasi Medium Pertumbuhannya. Seminar Bulanan
Bioteknologi – PPAU Bioteknologi ITB, 15 September 2004, Bandung.
Pirngadi K., 2009. Peran Bahan
Organik dalam Peningkatan Produksi Padi Berkelanjutan Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1) : 48-64
Purwasasmita, M. 2009.
Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan. Dalam Bioreaktor Tanaman.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20 Oktober 2009.
Setiawan, B.S., dan Tim Penulis
ETOSA IPB, 2010. Membuat Pupuk Kandang secara Cepat. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sisworo, W.H., 2006.
Swasembada Pangan dan Pertanian Berkelanjutan. Tantangan Abad Dua Satu :
Pendekatan Ilmu Tanah, tanaman dan Pemanfataan Iptek Nuklir. Dalam
A. Hanafiah WS, Mugiono,dan E.L. Sisworo. Badan Tenaga Nuklir Nasional,
Jakarta. 207 hal.
Sumarno, 2006. Sistem Produksi
Padi Berkelanjutan dengan Penerapan Revolusi Hijau Lestari. Buletin Iptek
Tanaman Pangan 1 (1) : 1-15
Sutanto, R., 2002. Penerapan
Pertanian Organik. Pemasyarakatan dan Pengembangan. Kanisius,Yogyakarta.
219 hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar