Analisis
Finansial Usaha Budidaya Kedelai
dengan kriteria Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio(NET
B/C), Gross Benefit Cost Ratio (GROSS
B/C)
dan Internal Return Of Ratio(IRR)
|
Dosen Pengampu:
Ir. Emmy Hamidah, MP.
|
![]() |
Disusun oleh:
Ika Laili Zulailik
|
(13200403)
|
|
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM
LAMONGAN
2015
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayahnya-Nya yang tiada terhingga, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis
Finansial Usaha Budidaya Kedelai dengan kriteria Net Present Value(NPV), Net
Benefit Cost Ratio(NET B/C), Gross Benefit Cost Ratio(GROSS B/C) dan Internal
Return Of Ratio(IRR) ” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi para mahasiswa Fakultas Pertanian dalam
mata kuliah Usaha Mandiri Agribisnis yang di bimbing oleh Ir. Emmy Hamidah, MP.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu demi kesempuranaan,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
agar makalah ini menjadi lebih baik.
Lamongan,
8 mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang......................................................................................................
1
1.2.
Rumusan Masalah.................................................................................................
3
1.3.Tujuan
Penulis.......................................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori......................................................................................................4
2.1.1. Tanaman Kedelai...................................................................................
5
2.1.2. Usaha Tani..............................................................................................5
BAB III METODE
PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan
Daerah....................................................................................
9
3.2. Waktu Penelitian....................................................................................................9
3.3.
Metode Analisis Data......................................................................................... 9
BAB IV HASIL PEMBAHASAN
4.1. Operasional Variable...........................................................................................12
4.1.1. Biaya Investasi.................................................................................................
12
4.1.2.
Biaya Operasional.................................................................................12
4.1.3. Produksi dan nilai penjualan
usaha budidaya kedelai...........................13
4.1.4.Biaya produksi usaha budidaya
kedelai setiap musim panen. ..............14
4.1.4. Biaya Produksi......................................................................................15
4.2.
Pendapatan usaha budidaya kedelai....................................................................15
4.3.
Analisis kelayakan usaha budidaya kedelai.......................................................16
4.4. Uji Fisiabilitas Usaha
Budidaya..........................................................................16
4.5. Analisis Sensitivitas Usaha
Budidayakedelai.....................................................19
4.5.1. Peningkatan Biaya
Produksi Sebesar 10%
Sedangkan
Pendapatan Tetap..............................................................19
4.5.2. Pendapatan Turun
Sebesar 10%
Sedangkan Biaya Produksi Tetap.......................................................21
BAB V PENUTUP
5.1.
kesimpulan...........................................................................................................22
5.2.
saran.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................23
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Rincian Biaya Investasi Pada Usaha
Budidaya kedelai..............................................12
2.
Biaya operasional usaha budidaya kedelai.................................................................13
3.
Produksi dan nilai penjualan usaha budidaya kedelai. ...............................................14
4.
Biaya produksi usaha budidaya kedelai setiap musim panen......................................14
5.
Pendapatan Usaha budidaya kedelai Per
Hektar/tahun...............................................15
6.
Analisis Finansial Usaha Budidaya
kedelai selama 1 Tahun Produksi......................15
7.
Uji Fisiabilitas Usaha Budidaya kedelai
Untuk Tingkat Bunga 25% selama 1 Tahun Produksi.......................................................................................................................17
8.
Uji Fisiabilitas Usaha Budidaya kedelai
Untuk Tingkat Bunga 35% selama 1 Tahun Produksi.......................................................................................................................18
9. Peningkatan
Biaya Produksi Sebesar 10%, Sedangkan Pendapatan Tetap.................20
10. Penurunan
Pendapatan Sebesar 10%, Sedangkan Biaya Produksi Tetap....................21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agribisnis merupakan Sistem usaha
pertanian dalam arti luas tidak dilaksanakan secara sektoral tetapi secara
intersektoral atau dilaksanakan tidak hanya secara subsistem melainkandalam
satu sistem (Saragih, 2001) Dan agribisnis adalah suatu usaha tani yang
berorientasi komersial atau usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan
usahatani adalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis
terpadu, yaitu apabila sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana
produksi, subsistem budidaya, subsistem pengolahan dan pemasaran dikembangkan
melalui manajemen agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait.(
Said et al., 2001)
Salah satu ciri pertanian modern yaitu usahatani yang
dilakukan berorientasi kepada keuntungan. Usahatani yang dilakukan tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi untuk dapat meningkatkan pendapatan
petani, untuk itulah harus diupayakan peningkatan kemampuan dan keterampilan
petani dalam melaksanakan usahataninya. Disamping itu pula usahatani yang
dijalankan harus pula memperhatikan kebutuhan pemenuhan gizi.
Peranan komoditi palawija dirasakan sangat penting
dalam upaya untuk memenuhi gizi masyarakat, karena merupakan sumber protein dan
kalori yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam kehidupan sehari-hari
(Departemen Pertanian, 1983). Salah satu komoditi palawija yang memiliki
peranan yang penting di Indonesia adalah Kedelai. Nilai nutrisi kedelai sangat
baik untuk kesehatan manusia, terutama kandungan protein nabati yang dikandung
kedelai cukup tinggi.
Tanaman kedelai memiliki potensi dan prospek yang baik
untuk diusahakan, karena tanaman ini relatif mudah dibudidayakan. Selain itu
permintaan terhadap produksi kedelai terus meningkat baik untuk kebutuhan
pangan maupun untuk industri.
Produksi kedelai di Indonesia masih relatif rendah dan
masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung terus meningkat.
Masih rendahnya produksi kedelai ini disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain, seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik, kesiapan dan
ketrampilan petani kedelai yang masih kurang, penyediaan sarana produksi yang
masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani kedelai untuk melaksanakan
proses produksi sampai ke pemasaran hasil.
Rendahnya produksi kedelai ini berimplikasi pula
terhadap pendapatan usahatani kedelai itu sendiri. Upaya-upaya selama ini yang
dapat ditempuh untuk mendorong peningkatan produksi kedelai dan sekaligus
meningkatkan pendapatan usahatani kedelai adalah dengan program pengembangan
agribisnis kedelai dengan mengintensifkan dalam proses produksi, penanganan
pasca panen dan pemasaran hasil. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengelolaan
usahatani kedelai secara komersial
Untuk itulah sangat menarik untuk dilakukan studi
tentang analisis ekonomi usahatani kedelai. Studi ini diarahkan untuk
menganalisis sejauh mana usahatani kedelai dapat memberikan keuntungan dan
tingkat kelayakan kelayakan berinvestasi pada usahatani kedelai.
Sebagai bagian dari revitalisasi
pem-bangunan pertanian, pemerintah Republik Indo-nesia telah bertekad untuk
meningkatkan produktivitas pangan nasional, khususnya kedelai melalui program
swasembada pangan nasional padi, jagung, kedelai (PAJALE). Program ini harus
didukung oleh semua pihak yang terkait, dalam proses produksinya. Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa tingkat produksi nasional lebih ditentukan oleh
areal tanam dari pada ting-kat produktivitas. Namun demikian, peluang
peningkatan produksi melalui perbaikan teknologi masih terbuka lebar. Dilain
pihak secara umum minat petani untuk mengembangkan kedelai masih rendah jika
dibandingkan komoditas pangan lain seperti padi, jagung, dan ubi kayu, karena pendapatan
yang diperoleh dari usahatani kedelai masih tergolong rendah sebagai akibat
dari faktor harga jual yang tidak menentu.
Permasalahan naiknya harga kedelai
dunia, menyebabkan efek domino bagi dunia kedelai di Indonesia. Padahal kedelai
di Indonesia hampir 70% masih impor. Sampai tahun 2010 impor kedelai Indonesia
mencapai 30 ribu ton dan sebagian besar untuk pemenuhan kebutuhan pe-rusahaan
tahu dan tempe. Sedangkan produktivitas pertanaman kedelai di tingkat petani
masih rendah ( 1.3 t/ha ) dengan kisaran 0.6 – 2.0 t/ha, padahal teknologi
produksi yang tersedia mampu menghasilkan 1.7 – 3.2 t/ha (BPTP NTB, 2010).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diatas perlu dilakukan terobosan dalam memproduksi kedelai yang mampu
memberikan produktivitas tinggi dengan proses produksi yang efisien dan
berkelanjutan. Namun disadari bahwa peningkatan produksi saja tidak cukup jika
tidak dibarengi dengan perbaikan harga jual kedelai di tingkat petani. Hal ini
sangat penting karena walaupun produksi tinggi namun harga pasar tidak
menguntungkan, maka jangan salahkan petani jika semakin enggan menanam kedelai.
Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai proyeksi kelayakan investasi
usahatani kedelai dalam jangka panjang, apakah memang dapat mendatangkan
keuntungan bagi petani secara berkelanjutan ataukah justru mendatangkan
kerugian. Sehingga informasi dari hasil penelitiandapat menjadi motivasi bagi
petani selaku pelaku utama usahatani kedelai. Disamping dapat menjadi acuan
kebijakan pemerintah dalam merumuskan harga pembelian pemerintah yang bisa
menguntungkan petani kedelai.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
secara spesifik dapat dirumuskan dalam suatu masalah sebagai berikut:
1.
Berapa besarnya pendapatan yang diperoleh pada usaha budidaya kedelai di desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
2.
Berapa besarnya produksi dan biaya pada usaha usaha budidaya kedelai di desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
3.
Berapa tingkat efisisiensi usaha usaha budidaya kedelai di desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
4.
Bagaimana tingkat sensitivitas usaha budidaya kedelai di desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan
penelitian ini adalah:
1.
Untuk menganalisis besarnya pendapatan yang diperoleh pada usaha budidaya
kedelai di desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
2.
Untuk menganalisis besarnya produksi dan biaya pada usaha budidaya kedelai di
desa Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
3.
Untuk menganalisis tingkat efisisiensi usaha budidaya kedelai di desa
Tenggiring Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
4.
Untuk Mengetahui tingkat sensitivitas usaha budidaya kedelai di desa Tenggiring
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Tanaman
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan
Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin
berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19,
menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan
perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan
Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula
penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang
ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya.
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan
beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948
telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah,
yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
·
Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
·
Divisio : Spermatophyta
·
Classis : Dicotyledoneae
·
Ordo : Rosales
·
Familia : Papilionaceae
·
Genus : Glycine
·
Species : Glycine max (L.) Merill
Kedelai
merupakan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia, sehingga dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan
kebutuhan protein berdampak pada kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari
tahun ke tahun . Rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya sebesar ± 2,2 juta
ton biji kering, akan tetapi kemampuan produksi dalam negeri saat ini baru
mampu memenuhi sebanyak 779.992 ton (ATAP Tahun 2013, BPS) atau 33,91 % dari
kebutuhan sedangkan berdasarkan ARAM II tahun 2014 baru mencapai 921.336 ton
atau 40,06 %.
Untuk memenuhi kekurangan tersebut harus dipenuhi dari impor yang
menyebabkan berbagai kerugian bagi Indonesia antara lain : hilangnya devisa negara yang cukup besar,
mengurangi kesempatan kerja bagi rakyat Indonesia dan meningkatnya
ketergantungan jangka panjang. Sehingga dengan adanya fenomena ini akan
mempengaruhi sistem ketahanan pangan nasional.
Dalam
upaya mencapai swasembada kedelai yang di targetkan pada tahun 2017, perlu
disiapkan rencana strategis dalam mengembangkan budidaya kedelai sejak tahun
2015. Berbagai kendala yang dihadapi dilapangan adalah selain masih rendahnya
produktivitas, kepemilikan lahan yang sempit dan semakin menurunnya luas panen
adalah rendahnya harga jual ditingkat petani yang sangat signifikan menurunkan
gairah minat petani membudidayakan kedelai.
Untuk
meningkatkan gairah dan semangat petani mengembangkan kedelai, pada tahun 2015
pemerintah akan memberikan bantuan paket sarana produksi melalui BANSOS dengan
program/kegiatan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dan
Optimasi Perluasan Areal Tanam melalui Peningkatan Indek Pertanaman (PAT-PIP).
2.1.2. Usaha Tani
Usaha tani adalah sebagian dari kegiatan
di permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang
digaji bercocok tanam atau memelihara ternak. Petani yang berusaha tani sebagai
suatu cara hidup, melakukan pertanian karena dia seorang petani. Apa yang
dilakukan petani ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani
meluangkan waktu, uang serta dalam mengkombinasikan masukan untuk menciptakan
keluaran adalah usaha tani yang dipandang sebagai suatu jenis perusahaan.
(Maxwell L. Brown, 1974 dalam Soekartawi, 2002).
Pembangunan pertanian memiliki arti
penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus meningkatkan
pendapatan petani baik melalui penerimaan sebagian nilai tambah dari proses
lanjutan secara berkesinambungan, penciptaan kesempatan kerja yang memadai di
pedesaan, maupun peningkatan ekspor non migas (Sutawi, 2002).
Tujuan
utama dari pendekatan pembangunan pertanian secara nasional adalah mengelola
usahatani dengan maksud untuk mempertinggi penghasilan keluarga petani guna
meningkatkan taraf hidupnya baik yang bersifat materiil maupun sosial budaya (Tohir,
1991).
Pembangunan pertanian menuju usahatani
yang tangguh dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan usahatani masa depan yang
tegar dalam posisinya. Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal
yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian, dimana usahatani yang
semata-mata menuju kepada keuntungan terus menerus, dan bersifat komersil
(Bachtiar Kivia, 1980 dalam Hernanto, 1996).
Usahatani sebagai organisasi harus ada
yang diorganisasi dan yang mengorganisasi, ada yang memimpin dan ada yang
dipimpin, yang mengorganisasi usaha tani adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai
atau dapat dikuasai (Hernanto, 1996). Menurut Soekartawi et al. (1986)
dalam proses produksi terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
Biaya produksi itu dapat dikatagorikan
sebagai berikut :
1. Biaya Tetap (Fixed
Cost)
Biaya yang tidak ada kaitannya dengan
jumlah barang yang diproduksi. Biaya tetap tidak habis digunakan dalam satu
masa produksi. Contohnya : Sewa tanah dan pajak.
2. Biaya Tidak Tetap (Variabel
Cost)
Biaya yang berubah apabila ada sesuatu
usahanya berubah. Biaya ini ada apabila ada sesuatu barang yang diproduksi.
Contohnya : Biaya Saprodi.
3. Biaya Total (Total
Cost)
Keseluruhan biaya tetap produksi yang
diperoleh dari penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total
dapat dirumuskan sebagai berikut :
TB
= TBT + TBV
Keterangan
:
TB
= Total Biaya
TBT
= Total Biaya Tetap
TBV
= Total Biaya Variabel
Pengelolaan usaha tani yang efisien akan
mendatangkan pendapatan yang positif atau suatu keuntungan, usaha tani yang
tidak efisien akan mendatangkan suatu kerugian. Usaha tani yang efisien adalah
usaha tani yang produktivitasnya tinggi. Ini bisa dicapai kalau manajemen
pertaniannya baik. Dalam faktor-faktor produksi dibedakan menjadi dua kelompok
:
a.
Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam-macam tingkat kesuburan,
benih, varitas pupuk, obat-obatan, gulma dsb.
b.
Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan,
status pertanian, tersedianya kredit dan sebagainya (Soekarwati, 2000).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi:
1.
Tenaga Kerja
Menurut Payaman Simanjuntak (1995) yang
dimaksud dengan tenaga kerja adalah “Penduduk yang berumur 10 tahun atau
lebih, yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan sedang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.’ Sedangkan
menurut Mubyarto (1999) adalah : “Jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara
yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap
tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.”
2.
Lahan Pertanian
Luas lahan dapat dibedakan dengan tanah
pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk
diusahakan usaha tani misalnya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah
pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian.
Ukuran luas lahan secara tradisional perlu dipahami agar dapat ditransformasi
ke ukuran luas lahan yang dinyatakan dengan hektar. Di samping ukuran luas
lahan, maka ukuran nilai tanah juga diperhatikan (Soekartawi, 1995).
3.
Pupuk
Tujuan dari pemupukan lahan pada
prinsipnya adalah sebagai persediaan unsur hara untuk produksi makanan alami,
serta untuk perbaikan dan pemeliharaan keutuhan kondisi tanah dalam hal
struktur, derajat keasaman, dan lain-lain (Sumeru Ranoemihardja dan Kustiyo,
1985). Soekartawi (1995), lapisan tanah atas pada dasar lahan biasanya
mempunyai kandungan bahan organik yang rendah. Bila tanah tersebut mempunyai
kandungan bahan organik yang tinggi, bahan organik tersebut terutama berbentuk
humus tanah dan tidak terlalu aktif. Pupuk alami mempunyai Nitrogen yang lebih
rendah dengan terurai lebih lambat. Tetapi bahan organik tidak terurai
seluruhnya dan akan terakumulasi di dasar kolam. Pupuk bagi lahan pertanian
harus mengandung jenis nutrient yang tepat, yaitu nutrien yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman yang akan ditambahkan di dalam lahan pertanian. Pada
umumnya adalah nutrien yang menjadi faktor pembatas seperti fosfor dan nitrogen
(Sumeru Ranoemihardja dan Kustiyo, 1985).
Penerimaan petani pada dasamya dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu :
1.
Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani.
Penghitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian hasil produksi
dengan harga jualnya. Dalam notasi dapat ditulis sebagai berikut :
TR= P.Q
dimana :
TR = Penerimaan kotor
P = Harga produksi
Q = Jumlah produksi
2.
Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani
setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan dalam bentuk notasi dapat
dituliskan sebagai berikut :
π = TR-TC
Dimana:
π = Besamya
tingkat pendapatan
TR = Penerimaan
kotor
TC = Biaya total
yang dikeluarkan
Perubahan sistem pengusahaan pertanian
yang tradisional ke semi tradisional atau ke komersial membawa dampak terhadap
keputusan petani yang didasarkan konsep utilitas (utility maximization) ke
konsep atas dasar keuntungan (profit maximization) (Soekartawi, 1993). Petani
sebagai penerima harga (price taker) dapat memaksimalkan keuntungan melalui
pengendalian output produksi maupun input produksi (Gaspersz, 1996) , namun
dalam keterbatasan sumberdaya setiap produsen atau petani berusaha menekan
biaya serendah mungkin sehingga memberikan keuntungan I pendapatan maksimal.
Tingkat output yang diperoleh dari kombinasi penggunaan input yang
demikian disebut output optimal dan penggunaan input yang optimal pula. Suatu
input digunakan secara optimal apabila penggunaan input tersebut sampai jumlah
tertentu nilai output terakhir yang dihasilkan hanya cukup membayar harga input
yang digunakan tasebut (Soekartawi, 1993).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa tenggiring Kecamatan
sambeng Kabupaten lamongan Provinsi jawa timur. Waktu pelaksanaan selama tiga
musim tanam kedelai (1 tahun) 2014, dimulai pada bulan februari 2014 dan
selanjutnya diproyeksi selama 1 tahun periode usaha.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data-data merupakan data primer pengamatan lapangan selama dua
musim tanam (1 tahun) 2014. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dan
diproyeksi selama 1 (satu) tahun umur usaha. Data diambil pada usahatani
kedelai dengan luasan areal 1 ha yang dikelola oleh 1 orang petani.
3.3. Metode Analisa Data
Penelitian yang dilakukan pada usaha tani ini menganalisis pada usaha budidaya kedelai
ini menganalisis biaya produksi dan pendapatan juga efisiensi usaha tani
sehingga metode yang dipakai adalah metode kuantitatif, karena banyak dituntut
penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
Penelitian dilakukan secara survei
berdasarkan pada metode deskripsi analisis, yaitu menggambarkan permasalahan
sesuai apa adanya dan berdasarkan fakta yang baru saja berlangsung (ex post
facto).
Dalam
menganalisis data yaitu digunakan analisis sebagai berikut:
3.3.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan
penilaian kelayakan usaha melalui pendekatan nilai sekarang (pendekatan Present
Value), menyatakan bahwa proyek investasi dianggap menguntungkan dan oleh
karenanya dapat diterima dalam arti dilaksanakan apabila nilai investasi tersebut lebih besar daripada besarnya modal
yang ditanam.
Kriteria kelayakan usaha budidaya
berdasarkan Net Present Value (NPV) menggunakan ukuran sebagai berikut:
a. NPV < 0 : usaha belum layak untuk diusahakan
b. NPV = 0 : usaha baru mencapai titik impas
c. NPV > 0 : usaha cukup layak diusahakan
Untuk mengetahui nilai NPV digunakan
rumus sebagia berikut:
NPV = 

= Ʃ (Bt-Ct) DF
= Ʃ (Net Benefit) DF
3.3.2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan
antara jumlah NPV proyek yang positif atau tahun-tahun saat Bnefit lebih besar
daripada Cost dengan NPV proyek yang negatif atau tahun-tahun saat Cost lebih
besar daripada Benefit.
Rumus
nilai Net B/C :
Net B/C = 

Dimana
: NPV (+) = jumlah NPV positif (Benefit > Cost)
NPV (-) = jumlah NPV negatif (Benefit < Cost)
Kriteria kelayakan usaha berdasarkan
Net B/C menggunakan ukur sebagai berikut:
a. B/C < 1 : usaha belum layak untuk diusahakan
b. B/C = 1 : usaha baru mencapai titik impas
c. B/C > 1 : usaha cukup layak diusahakan
3.3.3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Menurut Choliq Deek
(1993) Gross B/C adalah perbandingan antara jumlah Present Value Benefit (PV
Benefit) dengan jumlah Present Value Cost ( PV Cost) dengan cara perhitugan
sebagai berikut:
Gross
B/C =



Jika,
Gross B/C > 1 maka proyek dinilai layak untuk dijalankan.
Gross B/C < 1 maka proyek yang dinilai
tidak layak untuk dijalankan.
3.3.4. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR)
meruoakan besarnya presentase keuntungan dari suatu proyek, yaitu presentase
pendapatan yang diperoleh dari proyek setelah dikurangi pembayaran bungan atas
modal yang digunakan (Sukimo, 1985). Suatu proyek akan menguntungkan apabila
nlai IRR dari proyek tersebut adalah lebih besar dari pada tingkst bungs (i)
yang berlaku.
Kriteria kelayakan usaha berdasarkan
nilai IRR menggunakan ukuran sebagai berikut:
a. IRR < i : usaha
belum layak untuk diusahakan
b. IRR = i : usaha baru mencapai titik impas
c. IRR > i : usaha
cukup layak diusahakan
Dimana i adalah tingkat bunga yang
berlaku.
Untuk
mengetahui nilai IRR dari usaha maka dilakukan uji fiabilitas pada berbagai
tingkat bunga. Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai IRR adalah :
IRR
=
+


Dimana
:
= tingkat bunga saat Ʃ NPV (+)


3.3.5. Analisis Kepekaan (Sensitivity Analysis)
Analisi kepekaan dilakukan untuk
melihat kelayakan usaha akibat terjadinya perubahan-perubahan dalam proses
produksi. Perubahan yang terjadi selama proses produksi seperti peningkatan
biaya produksi akibat meningkatnya hargai berbagai faktor produksi (input),
penuruna pendapatan akibat menurunnya harga produk (output), dan mundurnya
jadwal produksi akibat hal-hal tertentu, seperti terjadinya kegagalan dalam
turunnya produksi Belimbing Tasikmadu.
Kriteria yang digunakan untuk
analisa kepekaan ini yaitu :
a.
Proyek dinyatakan tetap layak dilakukan apabila NPV (+) dan Net B/C >1
apabila terjadi perubahan dalam berbagai proses produksi.
b.
Proyek dinyatakan tidak layak dilakukan apabila NPV (-) dan Net B/C <1
apabila terjadi perubahan dalam berbagai proses produksi.
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
4.1.
Operasional Variable
Biaya
pada usaha budidaya kedelai terdiri atas biaya investasi, biaya tanaman belum
menghasilkan (TBM), biaya Produksi dan Biaya Penyusutan.
4.1.1.
Biaya Investasi
Biaya
investasi merupakan biaya yang ditanamkan sebelum dimulainya penyemaian bibit
kedelai atau biaya pada panen nol. Biaya investasi yang di perlukan untuk usha
budidaya kedelai ini berup lahan budidaya,alat atau
perlengkapan,pembelian/penyewaan kendaraan dan pembuatan gudang penyimpanan.
Biaya
investasi yang dikeluarkan untuk usaha budidaya kedelai dapat dilihat pada
tabel 1 berikut:
Tabel
1.biaya investasi usaha budidaya kedelai.
No.
|
Jenis Biaya
|
Satauan
|
Jumlah
|
Biaya/Satuan
(Rp)
|
Biaya
|
1.
|
Sewa Lahan
Budidaya
|
Ha
|
1
|
3.500.000
|
3.500.000
|
2.
|
Alat/Perlengkapan
|
Bh
|
|
|
6.350.000
|
3.
|
Transportasi
|
Bh
|
1
|
2.500.000
|
2.500.000
|
4.
|
Gudang
|
Bh
|
1
|
7.000.000
|
7.000.000
|
|
Jumlah
|
19.350.000
|
Ket: Alat/perlengkapan = cangkul, alat
bajak, sabit,sprayer, karung dll
Gudang = gudang penyimpanan semua peralatan dan
saprodi kedelai.
4.1.2. Biaya
operasional.
Biaya
produksi atau operasional usaha budidaya kedelai dapat dilihat pada tabel 2
berikut:
Tabel 2.
Biaya operasional usaha budidaya kedelai.
No.
|
Jenis biaya
|
Harga/satuan (Rp)
|
Jumlah (unit)
|
Biaya(Rp)
|
1.
|
Pupuk
|
105.000
|
5
|
525.000
|
2.
|
Bibit
|
45.000
|
23
|
1.035.000
|
3.
|
Tenaga kerja
|
45.000
|
7
|
315.000
|
4.
|
Karung
|
6000
|
250
|
1.500.000
|
5.
|
Pestisida
|
60.000
|
2
|
120.000
|
6.
|
Bahan bakar dan transportasi
|
500.000
|
1
|
500.000
|
Jumlah
|
3.755.000
|
4.1.3. Produksi dan nilai penjualan usaha
budidaya kedelai.
Kedelai
merupakan tanaman yang setiap tahun selalu tersedia dan dapat dipanen setiap
tiga bulan sekali. Harga jual kedelai ditingkat petani rata-rata adalah Rp 9.500/kg.
Produksi dan nilai penjualan usaha budidaya kedelai
dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Produksi dan nilai
penjualan usaha budidaya kedelai.
Musim
|
Pendapatan
|
Satuan
|
Harga/satuan (Rp)
|
Jumlah
|
Pendapatan
|
0.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1.
|
Penjualan produksi kedelai
|
Kg
|
9.500
|
8.000
|
76.000.000
|
2.
|
Penjualan produksi kedelai
|
Kg
|
9.700
|
9.500
|
92.150.000
|
3.
|
Penjualan produksi kedelai
|
Kg
|
9.700
|
9.000
|
87.300.000
|
4.1.4. Biaya produksi usaha
budidaya kedelai setiap musim panen.
Tabel 4. Biaya produksi
usaha budidaya kedelai setiap musim panen.
No.
|
Uraian
|
Musim panen
|
|||
0
|
1
|
2
|
3
|
||
1.
|
Biaya tetap
|
|
|
|
|
|
a. Sewa Lahan Budidaya
|
3.500.000
|
3.500.000
|
3.500.000
|
3.500.000
|
b.Alat/Perlengkapan
|
6.350.000
|
6.350.000
|
6.350.000
|
6.350.000
|
|
c.Transportasi
|
2.500.000
|
2.500.000
|
2.500.000
|
2.500.000
|
|
d. Gudang Peralatan
|
7.000.000
|
7.000.000
|
7.000.000
|
7.000.000
|
|
|
Total fixed cost (TFC)
|
19.350.000
|
19.350.000
|
19.350.000
|
19.350.000
|
2
|
Biaya variabel
|
|
|
|
|
|
a. Pupuk
|
525.000
|
875.000
|
1.225.000
|
1.345.000
|
|
b. Bibit
|
1.035.000
|
1.035.000
|
1.035.000
|
1.035.000
|
|
c. Tenaga kerja
|
315.000
|
360.000
|
390.000
|
400.000
|
|
d. Karung
|
1.500.000
|
1.500.000
|
1.500.000
|
1.500.000
|
|
e. Pestisida
|
120.000
|
150.000
|
170.000
|
190.000
|
|
f. Bahan bakar dan transportasi
|
500.000
|
600.000
|
650.000
|
650.000
|
|
Total variable cost (TVC)
|
3.995.000
|
4.520.000
|
4.970.000
|
5.120.000
|
|
Total cost (TC)
|
23.105.000
|
23.870.000
|
24.320.000
|
24.470.000
|
4.2. Pendapatan usaha
budidaya kedelai.
Tabel 5.
Pendapatan Usaha budidaya kedelai Per Hektar/tahun
Musim
|
Cash In Flow (Rp)
|
Cash Out Flow (Rp)
|
Net Cash Flow (Rp)
|
0
|
0
|
23.105.000
|
-23.105.000
|
1
|
76.000.000
|
23.870.000
|
52.130.000
|
2
|
92.150.000
|
24.320.000
|
67.830.000
|
3
|
87.300.000
|
24.470.000
|
62.830.000
|
Total
|
255.450.000
|
95.765.000
|
159.685.000
|
4.3. Analisis kelayakan
usaha budidaya kedelai.
Analisis finansial usaha budidaya
kedelai pada tingkat bunga 20% dapat dilihat pada tabel
Tabel 6.
Analisis Finansial Usaha Budidaya kedelai
selama 1 Tahun Produksi
Musim
|
DF
20%
|
Future Nominal Value
|
NPV
|
PV (Bt)
Bt.DF
|
PV(Ct)
Ct.DF
|
||
Benefit (Bt)
|
Cost (Ct)
|
Net Benefit
|
|||||
0
|
1,000
|
-
|
23.105.000
|
-23.105.000
|
-23.105.000
|
-
|
23.105.000
|
1
|
0,833
|
76.000.000
|
23.870.000
|
52.130.000
|
43.424.290
|
63.308.000
|
19.883.710
|
2
|
0,833
|
92.150.000
|
24.320.000
|
67.830.000
|
56.520.390
|
76.760.950
|
20.258.560
|
3
|
0,689
|
87.300.000
|
24.470.000
|
62.830.000
|
43.289.870
|
60149700
|
16.859.830
|
Total
|
120.129.550
|
200.218.650
|
80.107.100
|
1.
Net Present Value (NPV)
NP =


= Ʃ (Bt-Ct) DF
= Ʃ (Net Benefit) DF
= Ʃ NPV
= -23.105.000+...+43.289.870
=
120.129.550
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C = 

= 

= 6.19
3.
Gross Benefit Cost Ratio
Gross B/C = 

=


=
2.49
Berdasarkan perhitungan NPV (120.129.550) > 0,
Net B/C (6.19) >1 dan Gross B/C (2,49) >1 maka usaha budidaya kedelai layak untuk diusahakan.
4.4. Uji Fisiabilitas Usaha Budidaya
Kedelai
Uji
fisiabilitas dilakukan untuk mengetahui nilai dari IRR (Internal Rate of
Return) usaha budidaya kedelai. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga
yang sedang berlaku menunjukkan usaha itu layak dilakukan pada saat itu.
Uji fisiabilitas usaha budidaya
kedelai pada tingkat bunga 25% dan 35% dapat dilihat pada tabel 7 dan 8
Tabel 7. Uji
Fisiabilitas Usaha Budidaya kedelai Untuk Tingkat Bunga 25% selama 1 Tahun
Produksi
Musim
|
DF
25%
|
Future Nominal Value
|
NPV
|
PV (Bt)
Bt.DF
|
PV
(Ct)
Ct.DF
|
||
Benefit (Bt)
|
Cost (Ct)
|
Net Benefit
|
|||||
0
|
1,000
|
-
|
23.105.000
|
-23.105.000
|
-23.105.000
|
-
|
23.105.000
|
1
|
0,800
|
76.000.000
|
23.870.000
|
52.130.000
|
41.704.000
|
60.800.000
|
19.096.000
|
2
|
0,800
|
92.150.000
|
24.320.000
|
67.830.000
|
54.264.000
|
73.720.000
|
19.456.000
|
3
|
0,640
|
87.300.000
|
24.470.000
|
62.830.000
|
40.211.200
|
55.872.000
|
55.872.000
|
Total
|
113.074.200
|
190.392.000
|
117.529.000
|
1. Net Present Value (NPV)
NPV =-23.105.000 +...+40.211.200
= 113.074.200
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C = 

= 5,89
3.
Gross Benefit Cost Ratio
Gross B/C = 

= 1,61
Tabel 8. Uji
Fisiabilitas Usaha Budidaya kedelai Untuk Tingkat Bunga 35% selama 1 Tahun
Produksi
Musim
|
DF
35%
|
Future Nominal Value
|
NPV
|
PV (Bt)
Bt.DF
|
PV
(Ct)
Ct.DF
|
||
Benefit (Bt)
|
Cost (Ct)
|
Net Benefit
|
|||||
0
|
1,000
|
-
|
23.105.000
|
-23.105.000
|
-23.105.000
|
-
|
23.105.000
|
1
|
0,741
|
76.000.000
|
23.870.000
|
52.130.000
|
38.628.330
|
56.316.000
|
17.687.670
|
2
|
0,741
|
92.150.000
|
24.320.000
|
67.830.000
|
50.262.030
|
68.283.150
|
18.021.120
|
3
|
0,549
|
87.300.000
|
24.470.000
|
62.830.000
|
34.493.670
|
47.927.700
|
13.434.030
|
Total
|
100.279.030
|
172.526.850
|
72.247.820
|
1. Net Present Value (NPV)
NPV =-23.105.000
+...+34.493.670
=100.279.030
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C = 

= 5,34
3.
Gross Benefit Cost Ratio
Gross B/C = 

= 2,38
Perhitungan Internal Rate of Return
(IRR) untuk usaha budidaya kedelai:
IRR =
+


= 25% +
– (35%-25%)

= 25% + 1(10%)
=25% + 10%
= 35%
Berdasarkan perhitungan pada tingkat 25%
usaha budidaya kedelai masih layak untuk dilakukan karena Net B/C (5,89) >1, NPV (113.074.200)
> 0 dan Gross B/C (1,61) >1. Pada tingkat bunga 35% usaha budidaya
kedelai juga masih layakuntuk dilakukan karena Net B/C (5,34) >1, NPV(100.279.030)
> 0 dan Gross B/C (2,38) >1. Usaha budidaya kedelai yang dilakukan pada
tingkat bunga 25% dan 35% layak untuk diusahakan karena tidak akan menyebabkan
kerugian dan pada usaha yang dilakukan pendapatan lebih besar daripada biaya
yang dikeluarkan dan keuntungan akan positif.
Nilai IRR pada usaha budidaya
kedelai adalah 35% dan lebih tinggi dari tingkat bunga 25% atau sama dengan
tingkat bunga 35% dan lebih tinggi
daripada tingkat bunga yang ditetapkan yaitu 20%. Penentuan kelayakan suatu
proyek berdasarkan nilai IRR tergantung kepada tingkat bunga yang sedang
berlaku, dan untuk usaha budidaya kedelai apabila tingkat bunga yang ditetapkan
lebih kecil dari 35% maka proyek layak untuk dilaksanakan.
Nilai IRR 35% juga menunjukan
tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya kedelai yaitu keuntungan
35% pertahun.
4.5. Analisis
Sensitivitas Usaha Budidaya kedelai
Analisi
sensitivitas usaha budidaya kedelai berdasarkan kepada asumsi sebagai berikut:
1.
Peningkatan biaya produksi sebesar 10%, sedangkan pendapatan tetap
2.
penurunan pendapatan sebesar 10% sedangkan biaya produksi tetap
4.5.1. Peningkatan
biaya produksi sebesar 10%, sedangkan pendapatan tetap
Akibat meningkatnya harga input
(fakta produksi) menyebabkan biaya produksi meningkat sebesar 10%
Tabel 9.
Peningkatan Biaya Produksi Sebesar 10%,
Sedangkan Pendapatan Tetap
Musim
|
DF
20%
|
Future Nominal Value
|
NPV
|
PV (Bt)
Bt.DF
|
PV(Ct)
Ct.DF
|
||
Benefit (Bt)
|
Cost (Ct)
|
Net Benefit
|
|||||
0
|
1,000
|
-
|
25.415.500
|
-25.415.500
|
-25.415.500
|
-
|
25.415.500
|
1
|
0,833
|
76.000.000
|
26.257.000
|
49.743.000
|
41.435.919
|
63.308.000
|
21.872.081
|
2
|
0,833
|
92.150.000
|
26.752.000
|
65.398.000
|
54.476.534
|
76.760.950
|
22.284.416
|
3
|
0,689
|
87.300.000
|
26.917.000
|
60.383.000
|
41.603.887
|
60.149.700
|
18.545.813
|
Total
|
112.100.840
|
200.218.650
|
88.117.810
|
1. Net Present Value (NPV)
NPV =
-25.415.500+...+41.603.887
=112.100.840
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C = 

= 5,41
3.
Gross Benefit Cost Ratio
Gross B/C = 

= 2,27
Akibat kenaikan biaya produksi
sebesar 10%, sedangkan hasil penjualan tetap maka usaha budidaya kedelai layak
untuk dilakukan karena mempunya NPV positif (112.100.840)
> 0, Net B/C (5,41) >1, dan Gross B/C (2,27) >1. Kenaikan biaya input
mempengaruhi tingkat keuntungan usaha
budidaya dan apabila kenaikan biaya produksi itu mampu menambah pendapatan maka
sebaiknya usaha tersebut dilakukan atau dilanjutkan.
4.5.2. Penurunan
pendapatan sebesar 10% sedangkan biaya produksi tetap
Pendapatan dari usaha budidaya kedelai dapat
turun akibat menurunnya harga output, baik disebabkan terlalu banyak jumlah
produksi di pasar maupun akibat menurunnya permintaan kosumen. Penurunan harga
output sebesar 10% secara keseluruhan akan menyebabkan pendapatan yang diterima
turun 10%
Tabel 10.
Penurunan Pendapatan Sebesar 10%,
Sedangkan Biaya Produksi Tetap
Musim
|
DF
20%
|
Future Nominal Value
|
NPV
|
PV (Bt)
Bt.DF
|
PV(Ct)
Ct.DF
|
||
Benefit (Bt)
|
Cost (Ct)
|
Net Benefit
|
|||||
0
|
1,000
|
-
|
23.105.000
|
-23.105.000
|
-23.105.000
|
-
|
23.105.000
|
1
|
0,833
|
68.400.000
|
23.870.000
|
44.530.000
|
37.093.490
|
56.977.200
|
19.883.710
|
2
|
0,833
|
82.935.000
|
24.320.000
|
58.615.000
|
48.826.295
|
69.084.855
|
20.258.560
|
3
|
0,689
|
78.570.000
|
24.470.000
|
54.100.000
|
37.274.900
|
54.134.730
|
16.859.830
|
Total
|
100.089.685
|
180.196.785
|
80.107.100
|
1. Net Present Value (NPV)
NPV =
-23.105.000+...+37.274.900
= 100.089.685
2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C = 

= 5,33
3.
Gross Benefit Cost Ratio
Gross B/C = 

= 2,24
BAB
V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data dan
perhitungan nilai NPV dan Net B/C untuk setiap tingkatan bunga maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada
tingkat bunga 20%, 25%, dan 35% usaha budidaya kedelai sangat layak dilakukan
karena angka NPV > 0 (positif), Net B/C >1 dan Gross B/C >1.
2. Angka
IRR usaha budidaya kedelai sebesar 35% yang menunjukkan tingkat keuntungan
usaha.
3. Usaha
budidaya kedelai tidak peka terhadap terjadinya perubahan selama proses
produksi.
4. Perubahan
berupa meningkatnya biaya produksi dan menurunnya pendapatan masing-masing
sebesar 10% tidak akan menyebabkan usaha tidak layak untuk dilakukan.
5.2.
Saran
1. Perlu
adanya pembukuan atau catatan keuangan (cashflow) sederhana oleh para
pembudidaya demi eksistensi usahanya ke depan.
2. Perlu
perhatian yang serius dari pemerintah setempat maupun instansi terkait terhadap
usaha yang dijalankan, dalam hal pemberian bantuan modal serta bentuk-bentuk
bantuan lainnya dalam rangka membantu mengembangkan usaha ini ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. 2010. Petunjuk Teknik
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai. Balitbangtan,
BPTP NTB, Mataram.
Said.E,G.,
Rachmayanti dan Muttaqin, M.Z. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis.
Penerbit Ghalia Indonesia Yakarta.
Saragih
B. 2001. Suara Dari Bogor Membangun Sistim Agribisnis. Penerbit Yayasan
USESE bekerjasam dengan Sucofindo
Choliq, H.R.A.R.
Wirasasmita, S. Hasan, 1999. Evaluasi Proyek (Suatu Pengantar).
Pionir Jaya, Bandung.
Fajarwati, D. 2007.
Analisis Cashflow (arus kas) sebagai Sumber Informasi bagi
Serikat Pekerja di Wilayah Kabupaten/ Kota Bekasi. Jurnal
Optimal, 1 (2) : 23 – 30.
Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi ProyekProyek Pertanian.Terjemahan
Edisi Kedua.
UI-Press dan John Hopkins, Jakarta.
Pusat Perpustakaan
Badan Litbang Pertanian. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1998 – 2008.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 November 2012.
Susantun I. 2000. Fungsi
Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan Efisiensi Ekonomi
Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Soekartawi, A.Soeharjo,
J.L.Dillon dan J.B.Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian
untuk Pengembangan
Petani Kecil. UI-Press, Jakarta.
Tahir, A. G., Darwanto,
D. H., & Mulyo, J. H. 2010. Analisis Efisiensi Produksi Sistem
Usahatani Kedelai Di Sulawesi Selatan. Jurnal Agro
Ekonomi, 28 (2) : 133 – 151.
How to play baccarat in Baccarat | FEBCASINO
BalasHapusThe game febcasino involves hands on a single bet, and a set of odds for 제왕카지노 each hand in the game. When the dealer makes 온카지노 a single bet, the odds go up and up, and one team